Kunci Demokrasi, Generasi Z Harus Memperkuat Literasi, Tak Sekadar FOMO Tren

2 hours ago 2

Kunci Demokrasi, Generasi Z Harus Memperkuat Literasi, Tak Sekadar FOMO Tren

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Calon Doktor Ilmu Komunikasi (DIK) Angkatan 33 Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta Rahmat Saleh saat seminar sekaligus launching buku bertajuk "Prosumenesia: Transformasi Media Digital dalam Politik dan Demokrasi" di Ruang GBHN, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/9). Foto: Source for JPNN.com.

jpnn.com - JAKARTA - Media memainkan peran penting dalam membentuk orientasi politik gengerasi muda melalui agenda setting, framing, bandwagon effect, dan efek viral. Tanpa adanya literasi kritis, pemilih muda dalam hal ini Generasi Y dan Z rentan diarahkan oleh popularitas dan tren, alih-alih menilai substansi kebijakan.

Calon Doktor Ilmu Komunikasi (DIK) Angkatan 33 Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta Rahmat Saleh menyampaikan itu saat seminar sekaligus launching buku bertajuk "Prosumenesia: Transformasi Media Digital dalam Politik dan Demokrasi" di Ruang GBHN, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/9). 

Kata “Prosumenesia” yang pertama kali diperkenalkan ke publik melalui peluncuran buku ini diyakini mahasiswa Program Doktoral Ilmu Komunikasi (DIK) angkatan 33 Sekolah Pascasarja USahid Jakarta juga menjadi momen penting yang menandai lahirnya istilah baru dalam peta komunikasi digital Indonesia.

Rahmat Saleh yang kini juga menjabat wakil sekretaris jenderal Partai Keadilan Sejahtera (wasekjen PKS) ini mengatakan salah satu temuan penting dalam buku ini ialah peran strategis generasi milenial dan Gen Z yang mencakup sekitar 60 persen dari total pemilih pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Menurut Rahmat, tim penulis menganalisi bagaimana generasi digital natives ini memanfaatkan media sosial sebagai ruang utama untuk memperoleh informasi, berdiskusi, membangun opini, dan mengekspresikan identitas politik.  Melalui buku ini, tim penulis mengungkap bagaimana partisipasi politik digital Gen Z bersifat cepat, instan, dan masif, seringkali terwujud dalam kampanye tagar, petisi online, hingga viral campaign. 

Rahmat Saleh dalam paparannya saat seminar memandang bahwa bahasa media yang provokatif dan simbolik membuat isu politik cepat menjadi tren. Namun, dominasi kepemilikan media oleh elite politik dan ekonomi menghadirkan risiko. Saat konstelasi pesta demokrasi, kata Rahmat, media lebih sering berfungsi sebagai mesin propaganda daripada sarana edukasi publik.

"Tanpa literasi kritis, pemilih muda rentan diarahkan oleh popularitas dan tren, alih-alih menilai substansi kebijakan. Implikasi dari kondisi ini jelas. Generasi Y dan Z merupakan segmen kunci sekaligus arena perebutan narasi utama dalam pemilu," kata Rahmat Saleh dalam keterangannya dikutip Kamis (11/9).

Rahmat Saleh yang juga legislator Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS ini memberikan beberapa rekomendasi untuk pesta demokrasi mendatang. Pertama yang menyangkut kebijakan, yang mana perlu transparansi kepemilikan media, diversifikasi media dan pelibatan generasi muda dalam forum legislasi oleh DPR dan pemerintah. Dia mengingatkan Komisi Pemilihan Umum serta Badan Pengawas Pemilu perlu memastikan kampanye digital menyertakan substansi program, menyediakan kanal fact-checking, dan mengadakan debat publik digital yang ramah Gen Z.

Rahmat Saleh mengatakan bahwa tanpa adanya literasi kritis, pemilih muda dalam hal ini Generasi Y dan Z rentan diarahkan oleh popularitas dan tren.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |