jpnn.com, JAKARTA - Kondisi sejumlah santri yang masih tertimbun reruntuhan bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny di Sidoarjo makin kritis karena posisi tubuh mereka kian terhimpit beton.
“Kami menemukan satu korban masih bisa merespons suara, tetapi posisinya sudah sangat sempit. Bordes bangunan yang runtuh turun signifikan 10–12 sentimeter, sehingga ruang gerak korban semakin terbatas,” kata Kepala Subdirektorat Pengarahan dan Pengendalian Operasi (RPDO) Basarnas Emi Freezer dalam konferensi, Selasa.
Emi menjelaskan bahwa pola runtuhan bangunan berbentuk “pancake collapse” menyulitkan tim SAR untuk menembus ruang sempit di antara kolom utama. Maka walaupun sudah menggunakan peralatan berteknologi modern akses menuju lokasi korban sangat terbatas.
“Dari 15 titik yang sudah teridentifikasi, delapan berstatus hitam (tidak responsif) dan tujuh masih merah (masih ada respons). Tantangan kami adalah bagaimana mempertahankan nyawa korban, dengan kondisi struktur yang rapuh,” ujarnya.
Basarnas bersama 375 personel gabungan tetap mengutamakan fase “golden time” 72 jam untuk penyelamatan.
Upaya yang ditempuh tim SAR gabungan salah satunya adalah pembuatan terowongan kecil di bawah reruntuhan agar korban bisa segera dibebaskan.
Sementara penggunaan alat berat sejauh ini masih ditunda karena dikhawatirkan dapat memicu pergeseran konstruksi dan membahayakan korban maupun tim penyelamat.
“Sedikit getaran saja bisa berdampak seperti gempa kecil di lokasi runtuhan,” kata Emi.