jpnn.com, JAKARTA - Langit sore di Alun-Alun Batavia Pantai Indah Kapuk (PIK) tampak berkilau keemasan memantulkan cahaya pada panggung yang ditata rapi. Ketika musik tradisional mengalun, penonton mulai hanyut dalam suasana masa lalu.
Itulah The Echoes of Batavia (Gema Batavia), episode ketiga dari rangkaian pertunjukan Batavia Tales yang menafsir ulang sejarah kota tua dengan gaya modern yang segar. Pertunjukan teaterikal itu diselenggarakan oleh Amantara sebagai pengelola Batavia PIK di Jakarta Utara.
Disajikan secara gratis setiap akhir pekan, Batavia Tales bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan juga ruang nostalgia yang hidup.
Melalui tarian, narasi, dan tata cahaya yang sinematik, penonton diajak menelusuri lorong-lorong Batavia abad ke-19, yakni masa ketika perjuangan, cinta, dan pengkhianatan berkelindan dalam satu panggung emosi.
"Melalui Batavia Tales, pengunjung bisa mendapatkan pengalaman hiburan yang berbeda di Batavia PIK,”ujar Director of Operations Amantara PIK ujar Ramon Flotats.
Amantara merupakan anak usaha Agung Sedayu Group (ASG). Fokusnya pada upaya penentu tren (trendsetter) gaya hidup modern dengan misi membangun tempat-tempat unik untuk mendorong gaya hidup berkelanjutan, melestarikan budaya, serta mendukung bisnis lokal serta industri kreatif.
Oleh karena itu, Amantara mengemas Batavia Tales tidak sebatas pertunjukan. "Ini bukan hanya tontonan, melainkan juga perayaan sejarah dan budaya yang membentuk identitas Jakarta," imbuh Ramon.
Pada pertunjukan Batavia Tales kali ini, kisahnya berfokus pada sosok Ana Maria Titale, I Wayan Eka, dan enam sekawan yang mempertaruhkan nyawa demi membebaskan seorang pejuang bernama Suminah.