jpnn.com, JAKARTA - Modus penipuan dan penyalahgunaan data keuangan kini semakin berkembang tidak hanya melalui modus digital dari pihak asing, tetapi juga melalui lingkungan terdekat seperti keluarga, teman hingga pasangan.
Fenomena ini memunculkan persoalan baru dalam pengelolaan keuangan pribadi. Bahwa menjaga skor kredit dan keamanan akun bukan hanya soal membayar tepat waktu, melainkan juga melindungi identitas dan akses finansial dari tangan yang tidak bertanggung jawab.
Di berbagai kasus, penyalahgunaan terjadi ketika seseorang diminta membagikan KTP, kode OTP, atau akses ke akun paylater dan mobile banking.
Permintaan ini sering muncul karena faktor psikologis, seperti ketidaktahuan, rasa kasihan, rasa sungkan untuk menolak, atau rasa panik dan takut. Namun, ketika tagihan macet atau tidak dibayar, skor kredit pemilik identitas tercatat ikut terdampak. Rekam jejak kredit yang rusak dapat menghambat pengajuan KPR, kredit kendaraan, hingga akses pembiayaan di masa mendatang.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut menyoroti peningkatan penipuan dan aktivitas keuangan ilegal di Indonesia. Sejak 19 Agustus 2025, OJK bersama pemerintah telah meluncurkan Kampanye Nasional Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal sebagai langkah edukasi dan proteksi masyarakat.
Upaya ini kembali ditegaskan dalam Forum Group Discussion (FGD) Penguatan Fungsi Pemberantasan Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal yang diselenggarakan Satgas PASTI pada 20–12 Oktober 2025.
Dalam forum tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi, menekankan pentingnya kolaborasi lintas lembaga untuk memberantas berbagai bentuk scam dan kejahatan finansial.
Sinergitas antara regulator, aparat penegak hukum, lembaga jasa keuangan, hingga platform edukasi keuangan dinilai menjadi kunci untuk memutus rantai penipuan dan penyalahgunaan data.





































