Jembatan Merah

1 hour ago 14

Oleh: Dahlan Iskan

Jembatan Merah

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Dahlan Iskan. Foto: dok JPNN.com

jpnn.com - Setelah dari Wamena, barulah saya ke Jayapura. Kali ini membawa bagasi: talas Wamena.

Dalam perjalanan Sentani-Jayapura saya tidak ingin tidur di mobil –seberapa pun mengantuknya. Saya ingin tahu perubahan apa saja yang terjadi selama 10 tahun terakhir.

Anda sudah tahu dari bandara Sentani perlu waktu 1,5 jam ke Jayapura. Itu karena mobil tidak bisa melaju cepat. Padahal jalan menuju Jayapura kini sudah dua jalur. Dua lajur di kiri dan dua lajur di kanan. Tetap saja berliku.

Begitu keluar dari Bandara Sentani yang terlihat adalah kekumuhan dan keruwetan kota kecil ini. Ini tipikal kota pendatang. Sentani adalah ibu kota Kabupaten Jayapura.

Padahal yang terus hidup di pikiran saya: Sentani itu indah. Dari udara pun indahnya bukan main. Kalau dipertandingkan pemandangan mana paling indah sebelum pesawat mendarat adalah Sentani.

Bandara ini dekat Danau Sentani –yang teduh dan permai. Danau di kanan, laut di kiri. Sungguh indahnya --dilihat dari jendela pesawat. Pemandangan sebelum mendarat di Bali pun tidak seindah di Sentani.

Setelah meninggalkan batas kota Sentani barulah muncul yang indah-indah itu. Gunung-gunung hijau. Jalan mulus berkelok. Liukan menyusuri tepian danau Sentani. Teduhnya air danau yang mengaca, itulah Sentani aslinya.

Sekitar 10 km setelah meninggalkan kota Sentani masih terlihat tugu lama yang kecil itu. Tugu helikopter. Sudah tidak terawat. Itu patung untuk menandai jatuhnya helikopter yang dikemudikan suami pertama Megawati Soekarnoputri. Ia tewas di danau itu.

Dalam perjalanan Sentani-Jayapura saya tidak ingin tidur di mobil –seberapa pun mengantuknya. Saya ingin tahu perubahan apa saja yang terjadi selama 10 tahun.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |