jpnn.com, JAKARTA - Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) ikut bersuara terkait konflik internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Mereka berharap konflik internal tersebut segera dijernihkan agar tidak dijadikan ajang konsolidasi kelompok.
Hal itu disampaikan Anggota Majelis Pertimbangan Organisasi Pengurus Besar Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Idrus Marham dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurutnya, gejolak yang terjadi saat ini bukan sekadar persoalan figur dan tidak boleh dijadikan zona perebutan kekuasaan di antara segelintir elite.
"PBNU harus kembali menjalankan nilai-nilai musyawarah, transparansi, dan pengabdian kepada warga NU, bukan menjadi tempat untuk manuver politik internal," ungkap Idrus.
Ia menegaskan NU merupakan milik rakyat dan milik warga NU, bukan milik satu kelompok kecil. Dirinya pun mengingatkan sejarah NU yang dibangun dari pesantren, akar rumput, dan kolektivitas umat, bukan dari politik elite yang mengaveling organisasi untuk kepentingan sesaat.
Dia mengatakan bahwa sejarah mencatat NU didirikan oleh sejumlah nama yang sampai akhir hayatnya dihormati sebagai nama besar, yang sepenuhnya berdedikasi untuk umat dan bangsa.
Idrus menyebutkan di antara nama-nama harum itu, ada Kiai Haji (KH) Hasyim Asyari Tebuireng, KH Bisri Denanyar Jombang, KH Ridwan Semarang, KH Nawawi Pasuruan, Kiai Haji Raden (KHR) Asnawi Kudus, KHR Hambali Kudus, KH Nachrawi Malang, serta KH Doro Muntaha.
Jika melihat struktur dan susunan kepengurusan PBNU generasi pertama (1926), kata dia, tampak jelas nama-nama besar bangsa duduk di sana membangun semangat keumatan dan kebangsaan.






































