jpnn.com, SEMARANG - Pihak sekolah, khususnya Kepala SMAN 11 Semarang Rr Tri Widiyastuti belum memahami aspek hukum pidana dalam kasus konten palsu bermuatan pornografi atau deepfake bertajuk 'Skandal Smanse'.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jawa Tengah Emma Rachmawati.
Emma mengatakan pihak sekolah sempat memanggil Chiko Radityatama Agung Putra, mahasiswa baru Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) yang juga alumni SMAN 11 Semarang, untuk dimintai keterangan secara pribadi.
“Beliau (Rr Tri Widiyastuti, red) tidak tahu bahwa ini bagian dari pidana. Mungkin tidak paham undang-undang ITE. Jadi dia memanggil (Chiko) sebagai alumni dan menanyakan kenapa melakukan itu,” ujar Emma di Semarang, Senin (20/10).
Emma menyatakan seharusnya kepala sekolah lebih menggali data dari para korban. Mengenai terduga pelaku, Emma menyebut tindakannya sudah masuk ranah hukum.
Termasuk, Emma telah memberikan penjelasan kepada pihak sekolah agar memahami batasan dalam menangani kasus hukum, terutama yang melibatkan anak dan perempuan sebagai korban.
“Namun, kalau bukti-bukti kuat sudah ada, kami bisa mendorong penyidikan lebih lanjut dan dilaporkan ke kepolisian,” kata Emma.
Kini, pihaknya fokus mendorong para korban agar berani melapor secara resmi. Laporan itu akan menjadi dasar kuat bagi penegakan hukum karena kasus ini dinilai termasuk delik aduan.