jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno menegaskan pentingnya percepatan pembentukan payung hukum di sektor energi terbarukan dan kelistrikan untuk mendukung transisi energi berkelanjutan.
Penegasan tersebut disampaikan Eddy saat menerima audiensi Institute for Essential Services Reform (IESR) di Ruang Rapat Pimpinan, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (11/8) siang..
“Kita perlu segera memiliki payung hukum untuk energi terbarukan dan ketenagalistrikan," tegas Eddy dalam keterangannya, Selasa (12/8).
Pimpinan MPR dari Fraksi PAN ini mengungkapkan fokus pihaknya saat ini adalah pelaksanaan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2025 sampai 2034 yang menargetkan penambahan kapasitas 70 gigawatt dalam 10 tahun.
"Itu merupakan pekerjaan yang besar dan kompleks tapi juga merupakan keniscayaan,” ujar Eddy.
Menurut Anggota Komisi XII DPR ini, skema investasi yang menarik bagi pihak swasta juga perlu diimplementasikan, termasuk kebijakan pembelian listrik yang realistis agar dapat dukungan pembiayaan dari perbankan.
"Pengembangan jaringan listrik dan infrastruktur pendukung juga menjadi hal penting, mengingat tingkat pengembalian investasi yang masih rendah di sektor tersebut," lanjutnya.
Kepada IESR, Doktor Ilmu Politik UI ini menjelaskan MPR berperan sebagai akselerator, integrator, dan fasilitator untuk menjembatani komunikasi antara pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan komunitas dalam mengurai hambatan transisi energi.
"Kami percaya komunikasi dan kolaborasi menjadi poin penting dalam mengurai berbagai hambatan transisi energi. Di MPR kami menjadi titik temu agar kebijakan publik berbasis pada aspirasi masyarakat," kata Eddy.