jpnn.com - JAKARTA - Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menilai Presiden Prabowo Subianto telah menggulirkan kebijakan patriotik dalam upaya memperkuat perekonomian nasional. Penilaian itu didasarkan pada langkah Presiden Prabowo merevisi peraturan pemerintah (PP) yang mengatur devisa hasil ekspor (DHE).
Pada 17 Februari lalu, Presiden Prabowo menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025 yang mengubah PP Nomor 36 Tahun 2023 Tentang DHE Dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Pasal 7 peraturan baru itu mengharuskan pengekspor menempatkan DHE sumber daya alam (SDA) ke sistem keuangan nasional selama paling singkat 12 bulan.
"Kebijakan di awal masa pemerintahan Bapak Prabowo ini menurut saya sangat pariotik, karena ini untuk memperkuat struktur perekonomian nasional kita," ujar Misbakhun saat menjadi pembicara Webinar Nasional bertema Menguji Efektivitas DHE yang diselenggarakan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jakarta, Senin (20/7).
Legislator Partai Golkar itu menyatakan aturan baru soal DHE tersebut merupakan sebuah upaya memperkuat cadangan devisa nasional. Menurut Misbakhun, DHE memiliki pengaruh yang sangat fundamental terhadap kekuatan ekonomi nasional yang diukur dari cadangan devisa.
Peraih predikat cum laude dari Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti itu lantas merujuk klausul "bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. Menurut dia, data Kemenko Perekonomian menunjukkan ekspor nasional masih didominasi sektor SDA.
Nilai ekspor SDA pada 2024, katanya, mencapai USD 166,04 miliar atau 62,7 persen dari total ekspor nasional tahun lalu. "Ini jumlah yang sangat besar sekali," katanya.
Namun, Misbakhun mengingatkan bahwa di sisi lain ada aktivitas ekonomi di dalam negeri yang juga harus ditopang secara finansial, likuiditas, dan dukungan lainnya. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu pun menyatakan DHE harus bisa membangkitkan aktivitas perekonomian di dalam negeri.
"Kalau hasil ekspornya itu tidak kembali ke tanah air dan tidak bisa men-generate (membangkitkan, red) aktivitas bisnis yang lain, maka secara konstitusional ada hal yang belum sempurna dalam menjalankan ekonomi nasional kita," tuturnya.