jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - Fenomena klitih atau kejahatan jalanan di Yogyakarta tidak hanya menjadi ancaman fisik di jalanan malam, tetapi juga telah bertransformasi menjadi konten digital yang memicu glorifikasi kekerasan di kalangan remaja.
Berdasarkan data Jogja Police Watch, terdapat 20 kasus kejahatan jalanan sepanjang 2024. Ironisnya, aksi tersebut kini direkam, diunggah, dan bahkan mendapat apresiasi di media sosial.
Menanggapi pergeseran ini, Tim Riset Program Kreativitas Mahasiswa Sosial Humaniora (PKM-RSH) Universitas Gadjah Mada (UGM) meluncurkan kajian mendalam yang berfokus pada strategi narasi tandingan digital (Counter Narrative) untuk melawan normalisasi kekerasan.
Istilah klitih yang mulanya merujuk pada aktivitas jalan santai di malam hari, kini telah bergeser menjadi aksi agresivitas kriminal.
Kekerasan yang direkam dan diviralkan di platform populer seperti TikTok dan Reels dikhawatirkan menjadi ajang eksistensi dan berpotensi membentuk cara pandang negatif remaja terhadap kekerasan.
Ketua Tim PKM-RSH UGM Vannia Ayu Kusuma Wardhani menjelaskan bahwa fokus timnya adalah menggeser narasi tersebut.
“Strategi counter narrative digital ini hadir sebagai upaya untuk menggeser narasi tentang klitih. Dari sesuatu yang dianggap keren dan pencarian jati diri, menjadi sesuatu yang perlu ditolak dan dijauhi,” tutur Vannia, Senin (13/10).
Tim riset yang beranggotakan mahasiswa dari Psikologi, FIB, dan Fisipol UGM ini melakukan pendekatan holistik, melibatkan survei terhadap 100 pelajar SMA/SMK di Yogyakarta, wawancara mendalam, hingga scraping konten digital di media sosial X untuk memetakan narasi yang beredar.