jpnn.com, JAKARTA - Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia masih akan menghadapi tantangan berat dalam jangka pendek, akibat penurunan permintaan ekspor dari Amerika Serikat dan Eropa.
Namun, Ekonom & Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai masih ada harapan dari pertumbuhan pasar domestik dan regional ASEAN, serta meningkatnya tren fesyen berkelanjutan.
Indonesia memiliki peluang unik untuk menggabungkan nilai-nilai tradisional dengan inovasi ramah lingkungan, seperti penggunaan eco-fabric, modestwear, serat bambu, dan tenun alami.
Namun, Nur Hidayat menekanakan peluang hanya akan terwujud jika pemerintah segera memperbaiki fondasi industri, termasuk menekan biaya energi, mempermudah ekspor, dan membatasi banjir impor ilegal.
Jika tidak, dua tahun ke depan akan menjadi masa "survival mode," di mana hanya segelintir pemain besar yang mampu bertahan.
"Menyelamatkan TPT bukan dengan proteksi semata, tetapi melalui reindustrialisasi cerdas," kata Nur Hidayat, dikutip Selasa (18/11).
Nur Hidayat membeberkan ada tiga langkah utama yang perlu diambil pemerintah untuk mendukung industri TPT, salah satunya restrukturisasi mesin dan insentif investasi.
Pemerintah perlu memberikan super-deduction tax bagi pelaku industri yang mengganti mesin tua dengan teknologi hemat energi, seperti yang telah dilakukan Korea Selatan dan Vietnam.





































