jpnn.com, JAKARTA - Peniliti senior Citra Institute, Efriza menyatakan pemberian Amnesti dan Abolisi merupakan hak Prerogatif Presiden yang diatur dalam Pasal 14 UUD 1945.
Hal ini disampaikan sebagai respons pemberian amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristianto dan eks Mendag Tom Lembong oleh Presiden Prabowo Subianto.
Namun, kata Efriza, pemberian keduanya perlu kehatian-hatian dan kecermatan, jangan sekadar pertimbangan politis semata.
"Penggunaannya harus tetap proporsional, transparan, dan tidak menimbulkan kesan intervensi eksekutif terhadap proses hukum. Diyakini pemberian Abolisi dan Amnesti lebih kental soal kepentingan politik semata, misalnya stabilitas politik, rekonsiliasi nasional, atau citra merangkul lawan politiknya semata," kata Efriza kepada JPNN.com, Jumat (1/8).
Efriza mengatakan pilihan memberi "ampunan" itu sebagai strategi besar Presiden Prabowo untuk merangkul elemen oposisi dan menyatukan kekuatan politik pascapemilu semata.
"Hasto dan Tom Lembong masing-masing merupakan representasi dari dua kutub yang sebelumnya berseberangan. Hasto sebagai Sekjen PDIP, partai utama di luar koalisi Prabowo dan Tom Lembong sebagai eks pejabat ekonomi era Jokowi yang dekat dengan kalangan oposisi seperti Anies Baswedan," lanjutnya.
Dia menjelaskan dengan memberikan amnesti atau abolisi, Prabowo bisa memperkuat simbol rekonsiliasi nasional serta mengurangi resistensi politik dari kelompok oposisi.
"Namun, ada risiko persepsi publik yang tidak bisa diabaikan. Proses hukum seolah diabaikan lalu diganti dengan kompromi elitis atau bahkan pertukaran kepentingan politik," tuturnya.