jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho menegaskan wafatnya ekonom dan politikus Indonesia Kwik Kian Gie merupakan momen penting bangsa ini untuk mengingat kembali warisan sikap tegasnya dalam menolak skema penyelesaian skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dinilai merugikan negara.
Menurut Hardjuno, kontribusi Kwik terhadap upaya penyelamatan keuangan negara sangat besar.
Bahkan tercatat dalam sejarah, Kwik merupakan satu-satunya menteri dalam Kabinet Megawati yang secara terbuka menolak pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada para obligor BLBI.
Penolakannya tak hanya disampaikan dalam rapat kabinet, tapi juga terus ia ulang dalam tulisan dan wawancara hingga masa tuanya.
“Beliau berdiri sendirian menolak penerbitan SKL, ketika semua pihak lain memilih jalan kompromi. Ini adalah keberanian langka dalam sejarah kabinet Indonesia,” ujar Hardjuno, Rabu (31/7).
Selain SKL atas BLBI, Kwik juga jadi orang yang paling menentang penjualan Bank Central Asia (BCA).
Di masa itu, BCA adalah bank yang memegang obligasi rekap BLBI senilai sekitar Rp 60 triliun, lalu pada 2004-2009 menerima subsidi bunga Rp 7 triliun per tahun, sehingga BCA total menerima subsidi bunga Rp 42 triliun.
Obligasi rekap itu sendiri adalah surat utang yang diterbitkan pemerintah kepada bank, yang artinya negara “berutang” kepada BCA sebagai bagian dari skema penyelamatan perbankan yang dirancang atas saran Dana Moneter Internasional (IMF).