papua.jpnn.com, WAMENA - Pada momentum perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, koteka tetap menjadi sebuah simbol keberagaman budaya dan adat istiadat di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Koteka akan tetap menjadi jati diri yang hakiki bagi masyarakat Papua Pegunungan, yang terdiri dari delapan Kabupaten, yakni Jayawijaya, Lanny Jaya, Nduga, Tolikara, Pegunungan Bintang, Yalimo, Mamberamo Tengah, dan Yahukimo.
Bagi Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan, sebagaimana diungkapkan oleh gubernur John Tabo, koteka itu adalah jati diri, harga diri, dan budaya masyarakat Papua yang telah diwariskan para leluhur. Oleh karena itu, pakaian tersebut harus dilestarikan.
“Koteka tidak akan tergantikan dengan pakaian atau busana lain, meski usia negara tercinta ini terus bertambah dari waktu ke waktu. Melestarikan koteka sama artinya dengan menjaga warna keberagaman suku yang ada di Tanah Air,” ujar John Tabo seperti dilansir Antara, Sabtu (9/8/2025).
Bahkan, pada penyelenggaraan Festival Budaya Lembah Baliem ke-33 tahun 2025, ratusan pelajar di Jayawijaya menggunakan koteka sebagai pakaian tradisional dalam meramaikan puncak kegiatan yang dihadiri ribuan orang, baik dari dalam maupun luar negeri.
Untuk diketahui, koteka adalah pakaian tradisional yang dikenakan oleh laki-laki di Papua, termasuk Pegunungan Tengah.
Pakaian ini berbentuk selongsong yang terbuat dari buah labu air yang dikeringkan dan berbentuk mengerucut di bagian depan.
Koteka digunakan untuk menutupi kemaluan dan memiliki berbagai makna dan fungsi dalam budaya Papua, khususnya masyarakat Papua Pegunungan. Koteka juga menjadi simbol ketangguhan dan kejantanan bagi laki-laki Papua.