jpnn.com - Pidato Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD dalam rangka HUT ke-80 Republik Indonesia adalah salah satu dokumen politik paling penting tahun ini.
Pidato yang memadukan refleksi sejarah, capaian kinerja awal pemerintahan serta arah kebijakan strategis ini, layak diapresiasi sebagai wujud komitmen terhadap demokrasi, kedaulatan ekonomi, pemerataan sosial, dan pembangunan manusia.
Namun, apresiasi tidak berarti tanpa catatan. Melalui tulisan ini dimaksudkan untuk mengawal pidato Presiden—mengamankan semangat dan substansinya agar dapat diwujudkan secara optimal—tanpa meragukan niat baik beliau.
Dalam kerangka itu, ada beberapa poin strategis yang perlu menjadi perhatian agar isi pidato tidak berhenti sebagai retorika, melainkan menjelma menjadi kenyataan yang dirasakan seluruh rakyat.
Demokrasi yang Berjalan Seiring Nomokrasi
Presiden menegaskan keberhasilan transisi kepemimpinan yang damai dan terhormat sebagai bukti kematangan demokrasi Indonesia. Konsep demokrasi khas Indonesia—berlandaskan gotong royong, persatuan, dan kekeluargaan, hal positif seperti ini patut dijaga.
Namun, demokrasi yang sehat harus beriringan dengan nomokrasi. Negara hukum yang menegakkan supremasi hukum, menjamin kesetaraan di hadapan hukum, dan memastikan kekuasaan dijalankan secara akuntabel.
Demokrasi tanpa nomokrasi rawan menjadi tirani mayoritas, sementara nomokrasi tanpa demokrasi berisiko jatuh pada otoritarianisme.