jpnn.com - GREAT Institute menyoroti ketimpangan memiliki tanah. Badan Pelaksana Reforma Agraria (BPRA) dinilai mempercepat distribusi tanah untuk rakyat.
Ketua Dewan Penasihat GREAT Institute, Moh Jumhur Hidayat mengatakan, ketimpangan kepemilikan tanah parah sekali.
Indeks Gini penguasaan tanah mencapai 0,78. Ada satu orang menguasai jutaan hektare, sedangkan mayoritas petani justru tak punya lahan dan bekerja sebagai buruh tani.
"Di sisi lain, penggusuran terhadap tanah rakyat masih terus berlangsung,” kata Jumhur saat membuka Focus GREAT Discussion (FGD) Pertanahan besutan Great Institute, Rabu (1/10).
Ia menambahkan, forum ini terbuka, egaliter, dan bebas, dengan semangat merdeka dalam riset dan dialog. Telebih lagi Presiden Prabowo Subianto, presiden yang cerdas dan berkerakyatan.
Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan menilai ketimpangan disebabkan karena peraturan dan distribusi kepemilikan berantakan. Semua ini ekses dari hak negara untuk menguasai tanah.
"Peraturan dibuat sepihak, dan ATR/BPN pun tidak punya otoritas penuh. Ada tanah yang masih masuk kawasan hutan, padahal masyarakat sudah menempati jauh sebelum republik ini berdiri,” kata Ahmad.
Dia menekankan, ada 2.350 desa yang secara legal berada di kawasan hutan dan warganya terus diperlakukan bak pendatang di tanah leluhurnya sendiri. Kalau korporasi butuh tanah, pemerintah selalu memberi jalan. Sebaliknya kalau rakyat, selalu serba sulit. Dia menegaskan, hingga 21 April 2025 capaian Reforma Agraria pemerintah masih nol.