jpnn.com - JAKARTA - Kilang Dumai milik Pertamina yang dibangun pada 1969 terbakar pada 1 Oktober 2025 malam. Kebakaran ini merupakan yang kedua, karena sebelumnya pernah terbakar pada tahun 2023.
Peristiwa terbaru ini terjadi tidak lama setelah Menkeu Purbaya Sadewa di DPR RI menyatakan Pertamina malas membangun kilang dan justru dibakar.
“Bagi saya, orang boleh bicara berbusa-busa soal kedaulatan energi, tetapi kalau tidak diikuti dengan kebijakan membangun kilang minyak, maka semua itu hanya omon-omon. Dari dulu tantangan bangun kilang itu bukan soal teknis semata, tetapi ada kepentingan ekonomi di baliknya. Ini yang jadi tantangan setiap rezim pemerintahan,” kata Direktur Archipelago Solidarity Foundation, Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina di Jakarta, Kamis (2/10).
Engelina menjelaskan, pandangannya itu berdasarkan pengalaman empiris, karena ayahnya, JM Pattiasina merupakan penanggung jawab pembangunan Kilang Puteri Tujuh Dumai dan Sungai Pakning pada tahun 1969 sampai selesai.
“Seingat saya, ada perusahaan minyak asing yang mau bangun kilang di Dumai, tetapi ayah saya menolak mentah-mentah, karena Indonesia bisa bangun sendiri. Akhirnya menggunakan kontraktor asal Jepang untuk bangun kilang milik Pertamina. Bukan diserahkan ke pihak asing. Mereka bangun yang belum bisa dibangun Indonesia, dibayar, dan itu jadi milik Pertamina,” jelas Engelina.
Untuk itu, bukan bisa atau tidak bisa membangun kilang, tetapi apakah pemegang kekuasaan, pertamina, ESDM dan pimpinan negara mau atau tidak.
Foto: dok.pribadi Engelina Pattiasina