jpnn.com, JAKARTA - Industri pertambangan Indonesia sempat mengalami kontraksi 1,23% pada kuartal I 2025.
Hal ini disebabkan volatilitas harga batu bara akibat melemahnya permintaan energi dunia serta kondisi oversupply komoditas nikel.
Dampaknya, penerimaan negara ikut menurun dan data Kementerian ESDM mencatat, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) minerba turun dari Rp180,4 triliun pada 2022 menjadi Rp140,5 triliun di 2024.
Meski awal tahun menantang, kuartal II 2025 kondisi sektor pertambangan mulai menggeliat tumbuh 2,03% dan nilai PDB sektor pertambangan naik dari Rp231,31 triliun menjari Rp233,8 triliun.
Investasi sektor ESDM juga naik 24% menjadi USD 13,9 miliar, dengan minerba menyumbang USD 3,1 miliar.
"Dengan peluang pemulihan di semester II, pelaku industri perlu memastikan alat berat tetap optimal. Di sinilah solusi pelumasan berteknologi tinggi dan berkualitas memainkan peran strategis," kata Presiden Direktur ExxonMobil Lubricants Indonesia (EMLI), Syah Reza, Kamis (18/9).
Selain tekanan biaya, pelaku industri tambang juga dihadapkan pada agenda transisi energi nasional yang mendorong industri untuk beroperasi lebih efisien dan bertanggung jawab.
Tantangan ini menunjukkan pentingnya efisiensi, keandalan operasional, dan keberlanjutan bagi perusahaan tambang.