kalsel.jpnn.com, BANJARMASIN - Keluarga korban pembunuhan jurnalis asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Juwita (23), kecewa karena oknum Prajurit TNI AL Kelas Satu Jumran selaku terdakwa tidak dituntut pidana mati atas perbuatannya.
“Pihak keluarga selalu memohon kepada Oditurat Militer (Odmil) III-15 Banjarmasin agar menuntut terdakwa dengan pidana maksimal, karena ini jelas perencanaan yang matang, namun ternyata hanya pidana seumur hidup,” kata Kuasa Hukum Keluarga Korban, Muhamad Pazri, setelah sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin di Banjarbaru, Rabu.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan serta bukti yang ada, Pazri menilai terdakwa layak dituntut maksimal dengan pidana mati.
“Yang melakukan pembunuhan adalah aparat negara (militer), masyarakat sipil saja kalau kasus seperti ini bisa dihukum maksimal pidana mati,” ujarnya.
Pazri menegaskan bahwa keluarga korban sangat kecewa atas tuntutan tersebut karena dinilai kurang maksimal, apalagi dalam persidangan ini tidak ada fakta yang dapat meringankan hukuman atas perbuatan terdakwa.
Terlebih lagi, kata dia, Komnas HAM dan LPSK RI telah memberikan sejumlah rekomendasi serta sepakat bahwa terdakwa telah melakukan pembunuhan berencana terhadap korban.
Bahkan sebelum agenda sidang tuntutan hari ini, pada Senin (2/6) pihak keluarga sempat mengirimkan surat kepada Kepala Odmil Banjarmasin yang berisi permohonan agar terdakwa dituntut maksimal dengan pidana mati.
Menurut dia, dalam sistem peradilan di Indonesia, biasanya vonis hakim tidak jauh berbeda dengan tuntutan saat persidangan, sehingga pidana mati terhadap terdakwa Jumran dalam kasus ini memiliki peluang yang cukup kecil.