jabar.jpnn.com, KOTA BANDUNG - Kementerian Lingkungan Hidup sekaligus Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) meningkatkan intensitas kerja mitigasi terhadap pencemaran udara yang semakin memburuk di wilayah Jabodetabek.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq menegaskan komitmennya untuk memantau kualitas udara secara berkala, dan memastikan seluruh sumber emisi pencemar udara diawasi dengan ketat.
Berdasarkan data Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien (SPKUA), nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) di sejumlah titik di Jabodetabek menunjukkan kategori Tidak Sehat dalam kurun waktu 1 April hingga 12 Juni 2025.
"Di Bekasi, titik Kayu Ringin, Sukamahi, dan Bantar Gebang mencatatkan 19, 12, dan 20 hari ISPU Tidak Sehat. Sementara di DKI Jakarta, Kelapa Gading, Marunda, Lubang Buaya, Bundaran HI, GBK, Kebon Jeruk, dan Jagakarsa mencatatkan 7 hingga 33 hari dalam kategori serupa. Kondisi serupa terjadi di Tangerang, Depok, dan Bogor," ujar Hanif Faisol dalam keterangan tertulisnya kepada JPNN.com, dikutip Jumat (13/6/2025).
Merespons situasi tersebut, KLH/BPLH menerbitkan Surat Edaran Nomor 07 Januari 2025 tanggal 4 Juni 2025 sebagai panduan mitigasi bersama. Upaya konkret yang telah, sedang, dan akan dilakukan antara lain:
KLH/BPLH mengidentifikasi sumber utama pencemaran udara Jabodetabek meliputi, emisi kendaraan bermotor 32–57 persen, Emisi industri berbahan bakar batubara 14 persen, pembakaran terbuka sampah dan lahan 9–11 persen, debu konstruksi 13 persen, aerosol sekunder 1–16 persen.
Adapun untuk Mitigasi Emisi Transportasi, KLH/BPLH mendorong percepatan penyediaan bahan bakar rendah sulfur (setara Euro-4) melalui surat resmi kepada Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan PT Pertamina.
Hanif juga melakukan kunjungan ke Kilang Balongan untuk meninjau kesiapan distribusi bahan bakar rendah sulfur.