jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - Kota Wisata dan Budaya yang Berbalut Tambang
Sejak lama Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai kota wisata dan budaya yang memadukan kekayaan sejarah, seni, dan tradisi dengan dinamika modern. Julukan “Kota Pelajar” yang berpadu dengan predikat “Kota Budaya” menjadikan Yogyakarta bukan hanya tempat untuk menuntut ilmu, melainkan juga ruang untuk merasakan denyut kehidupan adat Jawa yang kental.
Keraton Yogyakarta menjadi pusat warisan budaya, simbol keberlanjutan tradisi, sekaligus magnet wisata yang memperlihatkan nilai-nilai adiluhung Jawa. Orang dari berbagai daerah Indonesia memandang Jogja sebagai tempat untuk belajar, berkesenian, dan simbol menghormati nilai-nilai kebudayaan.
Wajah Jogja sebagai kota wisata dan budaya berpadu dengan keindahan alam. Di selatan ada kawasan pantai yang membentang dari Kabupaten Kulon Progo, Bantul, hingga Gunungkidul. Di utara ada lereng Gunung Merapi dengan pesona alamnya yang asri. Di barat membentang kawasan Bukit Menoreh, sedangkan di timur banyak candi yang menjadi simbol peninggalan purbakala.
Tah hanya itu, di Gunungkidul juga ada kekayaan alam geologi yang menakjubkan. Kawasan ini dikenal dengan bentang alam karst yang terbentuk dari proses pelarutan batuan kapur selama jutaan tahun sehingga memunculkan pemandangan unik berupa perbukitan kapur, gua-gua bawah tanah, hingga sungai yang mengalir di dalam perut bumi.
Sebagian wilayah Gunungkidul menjadi Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) yang membentang hingga ke Wonogiri di Jateng dan Pacitan di Jawa Timur. KBAK merupakan wilayah bentang alam khas karst yang terbentuk dari batuan gamping (kapur). KBAK adalah kawasan yang dilindungi karena berfungsi sebagai penyimpan cadangan air, tempat hidup habitat endemik, dan bukti sejarah geologi.
Di Yogyakarta juga ada jargon “Memayu Hayuning Bawono” yang berarti menjaga, melestarikan, dan memperindah serta menjaga keseimbangan alam semesta demi terciptanya kehidupan yang harmonis. Guru besar Geologi dan Direktur Pusat Penelitian Penanggulangan Bencana Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta Eko Teguh Paripurno menilai bukan tanpa alasan Jogja mengedepankan jargon Memayu Hayuning Bawono. Menurut dia, DIY adalah miniatur kebencanaan di Indonesia.
“Hampir semua ancaman bencana di Indonesia ada di sini. Ada erupsi Gunung Merapi, gempa bumi, tsunami, banjir, longsor, kekeringan, angin, hingga wabah malaria,” kata Eko.