jpnn.com, CIKARANG - Perjuangan buruh menuntut keadilan kembali mencuat, kali ini terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap dua pengurus serikat pekerja di PT Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA), Cikarang, Kabupaten Bekasi.
Ketua Umum PP SPEE FSPMI Abdul Bais menegaskan aksi dan sikap kritis buruh tidak boleh disalahpahami sebagai tindakan meresahkan atau menghambat investasi.
"Kami menuntut keadilan, bukan membuat kerusuhan. Jangan biarkan narasi menyesatkan berkembang bahwa buruh adalah pengganggu iklim investasi. Justru keadilan dan perlindungan hak normatif pekerja adalah syarat utama bagi investasi yang berkelanjutan dan sehat," kata Abdul Bais mewakili serikat pekerja elektronik dan elemen buruh lainnya dalam keterangannya, Rabu (9/7).
Dia juga mengingatkan pemutusan kerja terhadap Slamet Bambang Waluyo dan Wiwin Zaini Miftah, masing-masing Ketua dan Sekretaris PUK SPEE FSPMI di YMMA patut dicurigai.
"Kami curiga, PHK sepihak sebagai bentuk pemberangusan serikat pekerja (union busting) yang dilarang keras oleh hukum perburuhan Indonesia," tegas Abdul Bais.
Isu ini pun disorot serius oleh Koordinator Nasional Kawan Indonesia Darmawan.
Darmawan mengkhawatirkan adanya siasat sistematis yang berujung pada upaya mempailitkan perusahaan secara diam-diam agar manajemen bisa menghindari kewajiban kepada para pekerja dan negara.
"Jangan-jangan YMMA sedang menyusun strategi mempailitkan perusahaan agar bisa cuci tangan dari tanggung jawab terhadap buruh. Ini bukan dugaan tanpa dasar. Dua perusahaan Yamaha Music lainnya di kawasan Pulo Gadung, Jakarta Timur, sebelumnya juga dinyatakan bangkrut secara senyap tanpa kejelasan penyelesaian hak-hak buruhnya," ungkap Darmawan.