jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - Di tengah rencana pembentukan Komite Reformasi Polri oleh Presiden Prabowo Subianto, pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebutkan ada lima hal krusial yang harus dibenahi secara substansial agar reformasi di tubuh kepolisian tidak hanya bersifat seremonial di permukaan.
Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM Achmad Munjid menyambut baik inisiatif pemerintah tersebut, tetapi menekankan bahwa keberhasilannya bergantung pada keseriusan dalam menjalankan agenda perbaikan yang mendasar.
"Yang paling penting adalah bagaimana caranya supaya reformasi Polri itu betul-betul terlaksana secara substansial, bukan cuma sebagai program di permukaan," ujar Munjid di kantornya, Senin (29/9).
Menurut Munjid, citra dan kepercayaan publik terhadap kepolisian saat ini berada di titik terendahnya, terutama setelah insiden kekerasan seperti kematian driver ojek online Affan Kurniawan pada akhir Agustus lalu.
Oleh karena itu, ia memperinci lima agenda utama yang harus menjadi fokus dalam reformasi Polri.
Pertama, memperbaiki model pendidikan polri. Menurut Munjid, praktik kekerasan yang masih sering digunakan aparat mencerminkan adanya masalah mendasar dalam sistem pendidikan kepolisian yang perlu dibenahi secara total.
Kedua, menguatkan pemahaman tentang HAM. Seluruh aparat, dari tingkat atas hingga bawah, wajib memiliki pemahaman hak asasi manusia yang paripurna.
“Tujuannya agar kekerasan tidak lagi menjadi pilihan dominan, apalagi pilihan pertama, dalam penanganan masalah keamanan,” ujar Munjid.