jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - Rencana Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menyambut proyek Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) di dekat TPST Piyungan, Bantul, mendapat kritik keras dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta.
Walhi menilai proyek yang dikelola oleh pemerintah pusat melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) ini bukan solusi karena berpotensi memperparah kerusakan lingkungan dan kesehatan warga.
Kritik ini disampaikan menyusul kunjungan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, bersama Wali Kota dan Bupati se-DIY, ke TPST Piyungan, Bawuran, pada 21 Oktober 2025, untuk meninjau kesiapan lahan PSEL.
Proyek yang ditargetkan beroperasi pada 2027 ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk mencapai target pengelolaan sampah 100 persen pada 2029.
Kepala Divisi Kampanye dan Advokasi Walhi Yogyakarta Elki Setiyo Hadi menegaskan bahwa pembangunan PSEL menggunakan metode pembakaran (insinerasi) sangat riskan bagi Yogyakarta, terutama mengingat rekam jejak pengelolaan sampah yang buruk di wilayah tersebut.
“Walhi Yogyakarta menilai pembangunan PSEL masih belum menjadi solusi atas permasalahan sampah yang ada di Yogyakarta. Alih-alih menyelesaikan permasalahan sampah, terdapat potensi pencemaran udara," kata Elki dalam keterangannya kepada JPNN.
Menurut Elki, proyek waste to energy di Indonesia masih menggunakan metode insinerasi yang menghasilkan energi tidak sebanding dengan risiko kesehatannya. Pembakaran sampah dapat melepaskan dioksin dan furan, zat-zat beracun yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Risiko Ganda: Keuangan dan Lingkungan
Walhi menyoroti beberapa kerentanan utama proyek PSEL Bawuran. Pertama, ancaman degradasi lingkungan. Operasional PSEL memerlukan suplai air yang sangat besar. Rencana pengambilan air dari Sungai Oyo oleh PDAM dikhawatirkan akan memengaruhi kondisi air di wilayah sekitar.


































