jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menolak seluruh permohonan pengujian Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum (UU Pemilu) sebagaimana dimaknai dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Sidang pengucapan putusan dilaksanakan untuk dua perkara sekaligus, yakni Perkara Nomor 154/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh dua orang dosen dari Fakultas Hukum Universitas Bung Karno, Russel Butarbutar (Pemohon I) dan Utami Yustihasana Untoro (Pemohon II) dan Perkara Nomor 159/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Yuliantoro.
Terhadap dalil Pemohon Perkara Nomor 154/PUU-XXI/2023, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyebutkan ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum, prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, prinsip integritas, adil dan negarawan, serta perlindungan, pemajuan, penegakan, dan prinsip pemenuhan hak asasi manusia yang termuat dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (4), dan Pasal 28I ayat (4) UUD 1945.
MK juga sudah menegaskan dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 telah final dan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat serta menyerahkan kepada pembentuk undang-undang untuk menentukan lebih lanjut tentang persyaratan usia minimal bagi calon presiden dan/atau wakil presiden yang dialternatifkan bagi calon yang pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk pilkada.
“Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana telah dimaknai oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat dan karenanya permohonan para pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ujar Enny dikutip dari laman resmi MK, Selasa (3/6).
Hal senada juga dinyatakan Mahkamah terhadap permohonan Perkara Nomor 159/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Yuliantoro.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dalam pertimbangan Mahkamah menyebutkan telah memberikan pandangan dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023 yang pada intinya menyatakan terdapat tiga isu pokok tentang batas syarat usia minimal empat puluh tahun untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden.Yakni, keinginan untuk menurunkan batas usia menjadi lebih rendah dari 40 tahun; batas usia paling rendah 40 tahun dapat disepadankan dengan jabatan publik yang pernah/sedang dijabat seseorang; dan batas usia paling rendah 40 dapat disepadankan dengan jabatan yang pernah atau sedang diduduki yang dipilih melalui pemilihan umum.
Dari ketiga isu pokok di atas, sambung Ridwan, yang menjadi pokok permasalahan dalam dalil permohonan pemohon berupa tidak terakomodirnya gubernur dan wakil gubernur DIY, wakil kepala daerah dan anggota DPRD provinsi dan anggota DPRD kabupaten/kota. Mahkamah berpandangan, penyepadanan usia 40 tahun dengan jabatan publik atau penyelenggara negara yang pernah atau sedang dijabat seseorang merujuk pada peraturan perundang-undangan yang dapat dikatakan luas dan terdapat perbedaan di antara peraturan perundang-undangan dimaksud.