jpnn.com, JAKARTA - Pakar pidana dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Hibnu Nugroho mengatakan penghitungan kerugian negara negara dalam proses hukum kasus korupsi tidak harus selalu dilakukan institusi resmi pemerintah.
Merujuk pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), menurut Hibnu, penghitungan kerugian negara, bisa dilakukan BPK, BPKP, maupun institusi lain.
"Sekarang sudah diperluas, tidak hanya BPK. Inspektorat juga bisa menghitung. Di daerah-daerah itu tidak harus menunggu BPK. Atau mengundang ahli/instansi lain juga bisa,” kata Hibnu.
Hal ini disampaikannya menanggapai praperadilan penetapan tersangka Nadiem Makarim dalam perkara dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook.
Menurut kuasa hukum Nadiem, Hana Pertiwi, penetapan tersangka kliennya tidak sah karena tidak ada dua alat bukti permulaan yang cukup, salah satunya bukti audit kerugian negara dari instansi yang berwenang yaitu BPK atau BPKP.
Hibnu mengatakan Kejaksaan Agung (Kejagung) pasti sudah mengetahui hal-hal yang harus dipenuhi sebelum menetapksan seseorang menjadi tersangka.
“Kejaksaan pasti nanti akan melampirkan semua itu,” ungkapnya.
Dijelaskannya, ranah dari praperadilan adalah persoalan sah tidaknya penangkapan, penetapan tersangka, penghentian penyidikan, penyitaan dan sebagainya.