jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho menilai pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengenai kelanjutan penagihan utang BLBI sebagai komitmen yang perlu dijaga secara konsisten.
Dia menegaskan negara tidak boleh memberikan ruang sedikit pun bagi interpretasi bahwa kewajiban obligor dapat berakhir tanpa penyelesaian yang sah.
Hardjuno menyatakan bahwa posisi pemerintah harus tetap tegak berdiri pada prinsip dasar: hak tagih negara tidak pernah kedaluwarsa.
“BLBI adalah kewajiban hukum, bukan persoalan administratif yang bisa dinegosiasikan. Negara harus menjalankan mandat ini apa pun mekanismenya,” ujar Hardjuno Wiwoho di Jakarta, Minggu (16/11).
Menurutnya, pernyataan Purbaya perlu dipahami sebagai pengingat bahwa kewajiban obligor tidak berubah meski pemerintah mengevaluasi berbagai perangkat penagihan.
Hardjuno menilai fokus utama justru terletak pada kepastian proses dan kejelasan arah kebijakan agar penyelesaian BLBI tidak kembali berkabut seperti di masa sebelumnya.
Kandidat doktor di bidang Hukum dan Pembangunan dari Universitas Airlangga (Unair) ini menekankan bahwa BLBI merupakan salah satu batu ujian terbesar dalam sejarah penegakan hukum ekonomi Indonesia.
“Dari dahulu publik menunggu konsistensi negara. Kalau pemerintah menyatakan bahwa penagihan tetap berjalan, maka itu harus diterjemahkan menjadi langkah yang nyata dan terukur,” kata Hardjuno.






































