jateng.jpnn.com, SEMARANG - Riuh sorak penonton memecah suasana di halaman Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Semarang, Kamis (14/8).
Di atas panggung yang disulap menjadi 'sungai', belasan peserta lomba pacu jalur mendayung penuh semangat.
Bukan perahu asli yang tumpangi, melainkan replika yang dikayuh dengan gerakan penuh gaya dengan iringan musik.
Ada yang berbalut batik, ada pula yang mengenakan baju adat Kuantan Singingi, daerah asal tradisi pacu jalur lengkap dengan bendera merah putih di tangan.
Gelak tawa dan tepuk tangan penonton menyatu dalam kemeriahan, terutama ketika peserta kelas Tuna Daksa menggunakan kursi roda.
“Persiapannya seminggu,” ujar Azka Nurus, siswa kelas 4-D SLB Negeri Semarang seusai lomba.
Meski mengaku sempat kesulitan saat menaruh dayung, dia tetap menebar senyum.
“Baru pertama ikut, baru tahu tarian pacu jalur. Harapannya ingin menang,” ujarnya.
Bagi Muhammad David Yuda Prayoga, siswa tuli dari SLB Negeri Semarang Kampus 2 Ngaliyan, pengalaman ini terasa istimewa.
David bercerita, dirinya pernah ikut lomba Agustusan tahun lalu, tetapi pacu jalur kali ini memberi pengalaman baru.
“Persiapannya tiga hari, saya senang dan bahagia sekali bisa ikut lomba pacu jalur,” ujar David dengan bahasa isyarat yang diterjemahkan gurunya.
Menurut Arsanto, pendamping kelompok Tuna Daksa, latihan dilakukan setiap hari seusai pelajaran, minimal setengah hingga satu jam.
“Satu kelompok ada 11 orang, terdiri dari tiga guru, enam siswa dan dua orang tua murid,” ujarnya.
Arsanto menyebut dalam persiapan lomba, para orang tua murid yang penuh antusias.
“Bahkan membantu membuat dayung, merancang koreografi, hingga menyiapkan musik,” katanya.
Dukungan orang tua juga terasa di kelompok Tuna Rungu.
Arsy Sartika Melati, pendamping kelompok tersebut mengatakan ide gaya mendayung sampai kostum itu hasil kolaborasi guru dan orang tua.
“Walaupun tidak semua tampil, orang tua tetap membantu menyiapkan properti dan kostum,” ujarnya.
Bagi mereka, lomba ini lebih dari sekedar hiburan dan menjadi ruang untuk menumbuhkan rasa percaya diri sekaligus merayakan kemerdekaan dengan cara yang inklusif penuh warna.
Pacu jalur hanyalah satu dari rangkaian lomba yang diikuti 569 siswa SLB Negeri Semarang sejak tanggal 11 hingga 13 Agustus 2025. Puncak perayaannya bertepatan dengan Hari Jadi ke-64 Pramuka yang dipadukan dengan gebyar HUT ke-80 Kemerdekaan RI.
Ratusan murid dari berbagai latar belakang, mulai tuna rungu, tuna netra, tuna daksa hingga tuna grahita itu mengikuti upacara Hari Pramuka dengan berdiri tegap, khidmat membentuk barisan rapi.
Kepala SLB Negeri Semarang Sri Sugiarti mengatakan semua kegiatan ini dirancang untuk menanamkan karakter, nasionalisme, sportivitas dan kejujuran.
“Setelah upacara, ada lomba kostum karnaval, pacu jalur dan merangkai buah, melibatkan guru, orang tua dan siswa,” ujarnya. (wsn/jpnn)