jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati, mengecam penyelesaian kasus kekerasan seksual di Karawang yang melibatkan seorang mahasiswi berusia 19 tahun. Korban dinikahkan dengan pelaku, pamannya sendiri, sebelum akhirnya diceraikan sehari kemudian.
Sari menegaskan bahwa penyelesaian kasus kekerasan seksual tidak boleh melalui mekanisme restorative justice atau perdamaian.
"Penanganan kasus kekerasan seksual tidak boleh melalui restorative justice, tidak boleh ada kata damai. Hal ini bertentangan dengan arahan Kapolri bahwa menikahkan pelaku dengan korban bukan solusi yang tepat," tegas Sari Yuliati.
Ia meminta Polres Karawang menindaklanjuti kasus ini sesuai prosedur hukum yang berlaku. Sari juga menyatakan keprihatinannya terhadap korban dan menuntut agar pelaku dihukum setimpal.
"Sangat prihatin dengan nasib korban. Kami mendesak kepolisian menangani kasus ini sesuai aturan hukum dan pelaku harus dihukum sesuai undang-undang," ujarnya.
Kasus ini terjadi pada 9 April 2025 di Kecamatan Majalaya, Karawang. Korban, seorang mahasiswi, menjadi sasaran pemerkosaan oleh pamannya yang berprofesi sebagai guru ngaji. Kuasa hukum korban menyebutkan bahwa pelaku mendatangi korban di rumah neneknya dengan alasan belum berlebaran. Setelah bersalaman, korban tidak sadarkan diri dan baru tersadar di klinik.
Yang disayangkan, kasus ini tidak ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres setempat, melainkan diselesaikan secara kekeluargaan oleh Polsek Majalaya dengan mengawinkan korban dan pelaku. Namun, pernikahan itu hanya bertahan satu hari sebelum pelaku menceraikan korban.
Sari Yuliati menegaskan bahwa langkah tersebut tidak sesuai dengan komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Ia mendesak agar polisi mengambil tindakan tegas terhadap pelaku dan memastikan keadilan bagi korban. (tan/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?