jpnn.com, JAKARTA - Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) menggelar tasyakuran untuk mengapresiasi penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Syaikhona Muhammad Kholil dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Acara ini digelar di kantor PB IKA PMII, Tebet, Jakarta Selatan, pada Senin (17/11).
Bendahara Umum PB IKA PMII, Arif Rahman, menyatakan bahwa gelar tersebut adalah pengingat untuk meneladani perjuangan kedua tokoh.
"Dengan tasyakuran ini, kita bersyukur orang tua kita, leluhur, buyut kita ini menjadi pahlawan nasional. Walaupun sebenarnya, menurut saya, seperti Mbah Syaikhona Kholil harusnya sudah dapat gelar pahlawan tidak hanya sekarang, tapi sejak dahulu. Tetapi buat apalah gelar dan pengakuan itu, yang terpenting beliau sudah menginspirasi kita untuk membangun bangsa dan negara ini. Itu yang terpenting menurut saya," ujarnya.
Tokoh PMII yang juga asisten pertama Gus Dur, Andi Muawiyah Ramli, mengungkapkan sisi lain sang mantan presiden. Ia menekankan bahwa gelar untuk Gus Dur adalah pengakuan atas perjuangan moralnya.
"Jarang yang tahu siapa tokoh idola beliau. Tentu saja selain Kanjeng Nabi Muhammad, ada dua nama lagi: Mahatma Gandhi dan Nelson Mandela. Dan cita-cita beliau adalah ingin menjadi martir. Dan ini tidak pernah kejadian, meskipun berkali-kali dilakukan oleh rezim sebelumnya. Bahwa sekarang beliau diangkat sebagai pahlawan, itu luar biasa. Tetapi itu bukan cita-cita utama beliau," ungkapnya.
Mantan Juru Bicara Gus Dur, Adhi Massardi, menambahkan bahwa Gus Dur adalah figur yang memayungi gerakan masyarakat sipil. "Di mana pun ada Gus Dur, pasti ada gerakan. Civil society itu tumbuh karena Gus Dur," ucap Adhi.
Acara ini menjadi ruang refleksi bagi alumni dan kader PMII untuk menghidupkan kembali warisan pemikiran kedua pahlawan tersebut. Ketua Panitia, Rodli Kaelani, berharap gelar ini dapat memperkuat semangat perjuangan mereka untuk Indonesia yang lebih adil dan toleran. (tan/jpnn)





































