jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (HIMMAH) Abdul Razak Nasution mengkritik keras putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil.
Menurutnya, putusan itu mencederai prinsip kesetaraan lembaga negara dan azas perlindungan institusional.
“Saya menilainya sebagai bentuk “kejahatan massif” yang dibungkus konstitusi terhadap lembaga kepolisian. Putusan itu bukan sekadar pembatasan administratif, tetapi sebuah “pisau amputasi” terhadap Polri,” ujarnya di Jakarta.
Menurut Razak, keputusan MK yang membatasi ruang gerak anggota Polri aktif di jabatan sipil, bukan hanya tidak mencerminkan asas keadilan, tapi juga berpotensi menimbulkan diskriminasi antar lembaga negara.
“Mengapa hanya Polri yang dibatasi? Lembaga lain tidak. Ini pisau yang memotong sebelah sisi,” sambungnya.
Razak menilai pembatasan itu seolah dirancang untuk “mengerdilkan” institusi kepolisian yang sedang membangun kembali kepercayaan publik. Data Litbang Kompas (Oktober 2025) menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Polri mencapai 65,1 persen — tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
“Di saat Polri tengah membaik, justru muncul putusan yang seolah ingin melemahkannya. Ini bukan sekadar kebijakan, tapi langkah kontraproduktif terhadap upaya reformasi internal Polri,” tambahnya.
Kritik Ketua Umum PP HIMMAH itu tak berhenti pada aspek moral dan administratif. Razak juga mengungkap dugaan adanya kepentingan tertentu di balik keputusan MK.





































