Pakar Hukum Soroti Ketidaksinkronan RKUHAP 2025 dengan KUHP Nasional

1 day ago 8

Pakar Hukum Soroti Ketidaksinkronan RKUHAP 2025 dengan KUHP Nasional

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Seminar nasional yang digelar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (FH UNDIP) dan Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (ASPERHUPIKI), Rabu (28/5). Foto: Source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Para ahli hukum mengkritik ketidakharmonisan antara Rancangan Kitab Umum Hukum Acara Pidana (RKUHAP) 2025 dan Kitab Umum Hukum Pidana (KUHP) Nasional. Isu utama yang disoroti meliputi ketidakterpaduan dalam prinsip ultimum remedium, pedoman pemidanaan, serta mekanisme penyidikan dan penuntutan.

"RKUHAP 2025 belum mencerminkan sistem peradilan pidana terpadu. Dominasi Polri sebagai penyidik utama menciptakan ketimpangan dengan penyidik lain, seperti PPNS," ujar Ahmad Sofian, Pakar Hukum Peradilan Anak dari Universitas Binus, dalam seminar nasional yang digelar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (FH UNDIP) dan Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (ASPERHUPIKI), Rabu (28/5).

Sofian mencontohkan Pasal 7 ayat (1) dan (5) RKUHAP yang memberi kewenangan luas kepada penyidik untuk menghentikan penyidikan tanpa melibatkan jaksa.

"Ini bertentangan dengan prinsip checks and balances dan berpotensi menimbulkan konflik kewenangan," tegasnya.

Febby Mutiara Nelson, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menambahkan bahwa RKUHAP 2025 belum mengakomodasi penyelesaian perkara di luar pengadilan secara memadai.

"Restorative Justice, Plea Bargaining, dan Deferred Prosecution Agreement (DPA) perlu diatur eksplisit untuk efisiensi penegakan hukum," paparnya.

Ketua ASPERHUPIKI Fachrizal Afandi menyoroti praktik penahanan yang masih dijadikan langkah awal, bukan upaya terakhir.

"Penahanan sering berfungsi sebagai pemidanaan dini, bertentangan dengan prinsip keadilan dan HAM," ujarnya.

RKUHAP 2025 belum mengakomodasi penyelesaian perkara di luar pengadilan secara memadai.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |