jpnn.com, JAKARTA - Danau Toba yang terbentuk karena letusan hebat Gunung Toba pada 74.000 tahun lalu dengan kedalaman mencapai lebih kurang 500 meter dan luas lebih dari 1.130 kilometer persegi menyandang salah satu danau vulkanik terbesar di dunia.
Melalui perjuangan panjang, yang melibatkan banyak pihak termasuk pemerintah serta dukungan masyarakat akhirnya Danau Toba diakui The United Nations Educational Scientific And Cultural Organization (UNESCO) dan selanjutnya ditetapkan sebagai salah satu warisan dunia melalui Sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO di Paris pada tanggal 7 Juli 2020.
Namun, karena pengelolaannya dinilai tidak kurang baik, Geopark Kaldera Toba mendapat kartu kuning dalam rapat UNESCO Global Geopark di Maroko pada 4-5 September 2023.
Artinya Unesco memberikan waktu dua tahun untuk memperbaiki tata kelola di kawasan Danau Toba, jika tidak ada perubahan dalam pengelolaan kawasan Danau Toba status UNESCO Global Geopark Kaldera Toba bakal dicabut.
Status kartu kuning untuk Danau Toba dari UNESCO beberapa hari ini pun mendapat perhatian dari Kementerian Pariwisata dengan memanggil pengelola Geopark Kaldera Toba untuk memberikan penjelasan.
Berbagai pihak pun bersuara menyoroti hal ini. Terbaru, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah segera menyelamatkan Geopark Kaldera Toba yang terancam dicabut sebagai anggota UNESCO Global Geopark (UGGp).
Mengingat masa waktu yang diberikan Unesco untuk melakukan perbaikan tinggal dua bulan lagi, tentu butuh tindakan nyata dari semua pihak untuk mempertahankan agar Geopark Kaldera Toba bisa mendapat kartu hijau.
Pemerhati dan Pelaku Pariwisata Ir. Sanggam Hutapea, MM yang selama ini konsisten menyuarakan pembenahan menyeluruh di kawasan Danau Toba menekankan sejumlah hal dari upaya pembenahan yang saat ini sedang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.