jpnn.com, JAKARTA - Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) mempunyai 7 catatan untuk revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Hal itu dibacakan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI, pada Selasa (6/5).
Pengacara Muda dari ARUN, Ahmad Fatoni menyampaikan 7 catatan penting terkait urgensi dan implikasi pembaruan KUHAP dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
Pertama, pentingnya interkoneksi antara KUHP dan RUU KUHAP.
Dia menekankan bahwa sistem hukum pidana harus terpadu, sejalan dengan prinsip-prinsip baruKUHP yang bersifat korektif dan ultimum remedium.
“Sinkronisasi antar-institusi penegak hukum mutlak diperlukandemi kepastian hukum dan transparansi di setiap tahapanpenanganan perkara,” ungkap Ahmad Fatoni.
Kedua, mendorong penerapan keadilan korektif di seluruhlembaga penegak hukum.
Kepolisian dan Kejaksaan diminta lebih sinergis dan terbuka, dengan kesadaran sektoral yang kuat, sehingga proses hukum berpihak pada upaya pemulihan dan perlindungan bagi korban, pelaku, dan masyarakat.